![]() |
Foto: Anggota Formal Malang |
"Pilkades sekarang ini adalah salah satu bentuk pesta demokrasi yang tidak bisa kita hindari," kata Wahjiansah ketua umum Forum Mahasiswa Lambitu (Formal) Malang kepada Indikator Bima.
Menanggapi polemik pro dan kontra yang terjadi dikalangan masyarakat Kecamatan Lambitu, Khususnya di desa Kuta, Sambori dan Londu, Wahjiansah yang juga pemuda dari desa Kuta ini menegaskan bahwa, pro dan kontra tersebut merupakan hal yang wajar, tinggal bagaimana cara masyarakat mengekspresikannya.
"Tinggal bagaimana cara itu digunakan untuk hal yang baik atau hal yang buruk, ataukah digunakan untuk kepentingan individu kelompok, serta golongan," tururnya.
Sementara itu, Taufiqurrahman salah satu senior sekaligus pendiri Formal Malang menyatakan bahwa, pro dan kontra itu adalah sesuatu hal yang wajar dalam politik dan demokrasi. Namun, menjadi tidak wajar ketika sikap pro dan kontra itu memecah belah masyarakat.
"Dalam bepolitik dan berdemokrasi pro dan kontra merupakan suatu hal yang wajar akan tetapi menjadi tidak wajar ketika politik memecah belah masyarakat, maka etika politik dalam berdemokrasi harus di kedepankan," jelasnya kepada Indikator Bima.
"Lebih baik tidak ada pilkades, jika keberadaan pilkades itu memecah belah masyarakat, merusak ukhuwah dan persaudaraan kita," tegas Taufiqurrahman.
Ditempat yang sama, Afril Salah satu anggota Formal menegaskan bahwa, msayarakat kecamatan Lambitu adalah satu rumpun inge ndai yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun.
"Masyarakat Lambitu itu satu rumpun jangan sampai terpecah belah karena adanya pesta Demokrasi ini, mari Kita jaga kebersamaan masyarakat rumpun inge ndai ini," terangnya.
Direncanakan dalam waktu dekat ini, Formal Malang bersama Komunitas mahasiswa dan Pelajar Sangiang (Kompas) Malang dan Komunitas Indikator Bima (KIB) akan menggelar sarasehan mahasiswa Bima dan Dompu di Malang membahas pilkades serentak sekaligus mendeklarasikan pilkades aman dan damai.
Reporter: Furkan
Editor : Fuad D Fu