![]() |
Ilistrasi (foto : Utamiye's Blog - WordPress.com) |
Sebagaimana 4 puisi dibawah ini, sebuah puisi tentang tanya, tentang makrifat ilahi, tentang bijak, dan tentang takdir kesemuanya adalah puisi tentang seorang hamba yang rindu akan tuhannya. Berikut 4 puisi karya Ginanjar Kartasasmita :
Tanyaku
Sering ku terdiam untuk sekedar bertanya, Kini telah sampai di manakah diriku? Apakah aku masih sebatang ranting kering? Ataukah kini menjelma menjadi dahan yang kuat?
Aku bertanya, aku melihat di balik cermin itu apakah semuanya baik baik saja ataukah kutukan tuhan dalam takdirnya menjumpai sedihku
Aku terdiam lalu kutantang cermin itu meski tertampar aku tetap melototi rautku yang makin kusam
Sipu terpampang menyudahi pandangku, kembali aku renung siapakah aku, apakah aku, lalu tanya tanpa wujud menghardik batinku apakah kau terbuang?? tanya yang mampu menggoyahkan yakinku.
Aku jawab dengan lirih aku bukan saja terbuang tapi aku tertindas dan terlindas dalam lumpur kegelapan.
Meraih Makrifat Illahi
Aku rindu dalam sabda yang mempunyai dzat
Aku ingin hidup dalam tegap seperti mereka
Aku ingin kisah ini berakhir dengan indah
Aku ingin dalam lauhil mahfudznya tertulis kisah yang mengharukan semua jiwa
Aku ingin sabdamu begitu indah
Aku yakini ayatmu begitu mempesona aku lakoni
Aku amati setiap lembaran tafsirmu
Aku kisahkan semua kisah kesan dalam episodemu
Semoga dalam meraih makrifatmu selalu diaminkan oleh penghuni surgamu
Menggapai Bijak
Lelah melepuh menempuh jenuh aku pijaki kaki dalam mendaki semua milik
Aku bangkit mengungkit meskipun sulit, meraih sedih dalam perih lalu aku buang dalam kubangan
Sekali lagi aku tersuntuk menjamu majemuk yang kian berkutik melawan arus yang begitu buas
Aku berjalan dalam kesendirian
Himpit mengapit segala picik semua aku lakoni dengan bijak
Akulah sang pengelana
Sang pengelana tak seperti ini
Tak serapuh pikiran kejiku
Tak sesuntuk majemukku
Tak sesempit jalanku
Akulah pejuang dari hidupku
Yahh aku pejuang bagi diriku untuk menggapai bijakku.
Memahami Takdir
Menghardik diri dan yakin ini
Coba aku pahami namun semua tetap tak terbaca
Aku hilang dalam gelap
Merintih di sudut jalan
Aku tak terbaca
Aku terbuang
Aku tak ternilai
Sempatku terdiam dan memahami segala soal ini
Namun semua tetap terlilit dalam kabut yang menganga.
Akankah semua kembali berwarna
Akankah kanvas kusam mampu kembali memekarkan bunga, tanyaku
Aku diam dalam dekapan luka.